Berpetualang Bersama Eiger
Ema Nur Arifah - detikBandung
Bandung - Merek Eiger bukanlah nama asing. Meski merek ini bergaung sebagai brandnya olahraga-olahrga petualangan, tapi faktanya konsumen Eiger datang dari berbagai kalangan dan terus meningkat.
Konsultan Eiger Mamay S Salim yang juga turut melahirkan Eiger, mengatakan Eiger mencoba membangun image produk di masyarakat. Sehingga ketika image itu terbentuk, masyarakat umum pun akan mengenal nama Eiger sebagai merek yang concern menjual produk-produk adventurer.
Eiger lahir tahun 1993. Nama Eiger yang diambil dari nama gunung Eiger di Swiss ini dicetuskan oleh pemilik Eiger Ronny Lukito. Saat itu Eiger belum memiliki toko hanya sebatas rumah kontrakan yang difungsikan sebagai kantor.
Dimulai dengan tas, Eiger mencoba meraih pasar. Saat itu, ujar Mamay, dirinya ikut membantu dalam medesain tas-tas Eiger. Awalnya dengan mempelajari tas-tas mountanering dan climbing buatan luar negeri lalu memodifikasinya.
"Saat itu kita belum ada toko sendiri jadi penjualannya dititipkan ke department-departement store dan toko-toko kecil di pelosok Indonesia," tutur Mamay.
Diakui Mamay agak berat untuk mengangkat brand Eiger saat itu, karena harus bermain di antara merek-merek lain dengan segmen pasar yang sama dan sudah lebih dulu dikenal masyarakat. "Harus bermain di antara mereka dan mencari ceruk pasar yang tidak mereka garap," ujarnya.
Maka Eiger pun jadi produk alternatif. Dengan belajar dari produk pesaing dan berupaya menjadi beda, baik dari sisi harga maupun kualitas Eiger mulai memainkan peranannya. Misalnya dari sisi bahan baku, Eiger mencoba setingkat lebih tinggi daripada yang digunakan para pesaingnya.
"Tas banyak saat itu. Yang penting kita diterima dulu, Maka kita main di kualitas yang akan mempengaruhi harga kalau tidak lebih tinggi dari pesaing maka lebih rendah," ujar Mamay.
Hanya butuh waktu dua tahun untuk mengenalkan nama Eiger. Diakui Mamay penjualan saat itu mulai naik. Dari memproduksi 1.200 buah beranjak menjadi 6.000 buah.
Tahun 1998 Eiger baru memproduksi produknya sendiri. "Sebelumnya kita makloon, dengan desain tetap dari kita, namun karena ada ketidakpuasan dalam produksi khususnya sisi kualitas maka akhirnya membuka sendiri," tutur Mamay. Dengan diawali 2 tukang jahit kini Eiger sudah memiliki 800 penjahit dengan pabrik di Soreang.
Tahun 2003 adalah tahun melonjaknya penjualan produk Eiger dan stabil sampai sekarang. Kini Eiger memproduksi 35 ribu item produk dalam sebulannya yang masih dipasarkan ke seluruh Indonesia.
"Kita mengendalikan kualitas biar lebih tinggi dari yang lain harga tidak akan berbohong," papar Mamay.
0 komentar:
Posting Komentar