Bandung - Cerita Ramayana menjadi salah satu cerita epik terbaik sepanjang masa. Kisah percintaan antara Rama dan Sinta merupakan inti cerita.
Rama, salah satu putra raja Ayodya yang mengayomi rakyat jelata. Dia memiliki keahlian dalam memanah. Sedangkan Sinta atau Devi Sita yaitu istri Rama, memiliki kecantikan hingga memikat sang Rahwana untuk menculiknya.
Jika kisah percintaan Rama dan Sinta biasanya diabadikan lewat tulisan atau pertunjukan wayang, Cupumanik mengabadikan kegagahan Rama dan keanggunan Sinta dalam bentuk cinderamata.
Pahatan wayang golek Rama dan Sinta mulai ukuran 5 centimeter sampai 1,25 meter terpajang dalam kotak-kotak kaca dan plastik. Ketika memandangnya seolah membawa pada sebuah nilai kebudayaan yang seringkali terlupakan bahwa itu ada dan turut dilahirkan di negeri sendiri.
"Wayang ini bukan wayang untuk dimainkan tapi wayang souvenir untuk dipajang," jelas pemilik Cupumanik Wayang Golek & Handycraft, Wida Widyawati.
Menurut Wida, kerajinan wayang golek ini dirintis oleh ayahnya, Hery Heryawan sekitar tahun 70-an. "Latar belakang pendidikan ayah adalah seni rupa ITB, dia mencoba-coba sendiri sampai akhirnya bekerjasama dengan para perajin," jelas Wida.
Saat ini, Cupumanik bekerjasama dengan sekitar 15 pengrajin wayang yang tersebar di luar daerah Bandung seperti Purwakarta, Majalaya dan Sumedang.
Proses pemahatannya sendiri dilakukan oleh para pengrajin di daerahnya masing-masing. Barulah penyelesaiannya yaitu pengecatan, pemakaian kostum wayang dilakukan di Cupumanik yang terletak di Jl H, Akbar No.10 Kebon Kawung.
Sekitar 40 karyawan dipekerjakan untuk melakukan pengecatan, penyambungan tangan dengan benang, pembuatan baju wayang dan segala perniknya termasuk payet sampai ke pengepakan dalam kotak. Untuk yang berukuran kecil di masukan dalam kotak plastik sedangkan untuk yang berukuran besar bisa dimasukan dalam kotak kaca.
Menurut Wida, bolpoin wayang yang sekarang tersebar di banyak tempat awal mulanya dibuat oleh ayahnya. "Saya masih ingat ketika saya SD, ayah sudah membuat itu," ungkapnya.
Tak hanya wayang pajangan dan bolpoin, berbagai souvenir lain seperti gantungan kunci wayang, pembuka botol wayang menjadi produk lain yang disediakan Cupumanik.
Melihat kemungkinan banyaknya peniruan dari pihak luar, Wida bersama ayahnya selalu mencoba mengeluarkan inovasi-inovasi baru dalam setiap karyanya.
Aset Wisata
Keberadaan Cupumanik merupakan aset wisata besar bagi Kota Bandung. Meski kini, pengunjungnya tak sebanyak dulu.
Dulu, kata Wida, wisatawan asing yang berkunjung ke Cupumanik berbondong-bondong, ber bus-bus. Namun ketika Indonesia mengalami krisis di tahun 1997 ditambah lagi tragedi bom Bali, wisatawan asing yang berkunjung makin sepi.
"Akhirnya sekarang kami memilih ekspansi keluar. Tidak lagi menunggu bola tapi menjemput bola," ujarnya.
Cupumanik mengirimkan produknya ke Jakarta, Jogya, Bali, juga Surabaya. Meski saat akhir pekan pun tak sedikit dari luar kota yang membeli oleh-oleh di Cupumanik.
Wida pun tak berniat untuk hingga ekspor karena produksi Cupumanik sendiri cukup terbatas untuk itu.
"Kami hanya cukup di sini saja untuk melestarikan kebudayaan Sunda yaitu wayang golek," tambahnya.
(ema/ern)
0 komentar:
Posting Komentar