Bandung - Setiap sejarah meninggalkan jejaknya sendiri. Begitupun dengan peristiwa Bandung Lautan Api yang diperingati hari ini, Senin (24/3/2008). Mungkin tidak banyak yang tahu, kalau jejak peristiwa tersebut tidak hanya ada disimbolkan dalam tugu yang berada di Lapangan Tegallega Bandung. Namun beberapa stilasi dibuat untuk mengabadikan perjalanan sejarah yang melingkupi peristiwa Bandung Lautan Api.
Stilasi bisa disebut sebagai monumen mini. Stilasi Bandung lautan Api memiliki konsep bentuk dan bangun dasar berupa prisma tegak, vertikal di atas silinder pipih, geometrik yang memperlihatkan kesederhanaan. Di atas stilasi, dibuat bunga khas Bandung, bunga patrakomala.
Sebanyak 10 stilasi dibuat di beberapa titik sebagai tanda spot-spot yang pernah para pejuang dalam peristiwa Bandung Lautan Api. Di desain oleh seniman kenamaan Bandung, Sunaryo bekerjasama dengan Bandung Heritage, stilasi ini dibangun di tahun 1997.
Stilasi 1 berada di kawasan Dago, tepatnya Jl Ir H. Juanda-Sultan Agung. Stilasi berada di depan gedung bekas kantor berita Jepang, Domei yang sudah ada sejak tahun 1937. Menurut catatan sejarah, di kantor berita inilah untuk pertama kalinya teks proklamasi dibaca oleh rakyat Bandung.
Beralih ke Jl Braga, di sanalah stilasi 2 berada. Di persimpangan Jl Braga dan Jl Naripan terletak gedung Bank Jabar yang dahulu bernama Gedung Denis. Di gedung ini, pada Oktober 1945, pejuang Bandung Moeljono dan E. Karmas melakukan perobekan bendera Belanda.
Dari Jl Braga menuju Jl Asia Afrika. Di jalan ini tepatnya di Gedung Asuransi Jiwasraya, stilasi ke 3 bisa ditemukan. Dahulu, gedung ini digunakan sebagai markas resimen 8 yang dibangun pada tahun 1922. Menurut kesaksian kol. TNI H. Daeng Kosasih Ardiwinata, pada tanggal 13 Oktober 1945, pimpinan TKR sedang melakukan rapat di gedung ini yang disebutkannya sebagai Gedung NILMIJ, sebelah utara alun-alun.
Stilasi 4 berada di sebuh rumah yang terletak di Jl Simpang. Di tempat inilah dilakukan perumusan serta diambilnya keputusan pembumihangusan kota Bandung. Perintah untuk meninggalkan kota Bandung pun dikomandoi dari rumah ini. Rumah tersebut kini dijadikan tempat tinggal dan maish dalam bentuk aslinya.
Cukup jauh untuk menuju stilasi 5 yang berada di Jl Oto Iskandardinata-Jl Kautamaan Istri. Di Jl Dewi Sartika sebagai salah satu jalur yang dilalui untuk menuju wilayah Bandung Selatan terletak stilasi 6. Dalam sebuah rumah yang juga markas komando Divisi III Siliwangi pimpinan kol. A.H. Nasution. Tempat ini dulunya bernama Regentsweg. Rumah tersebut kini sudah dibongkar.
Untuk mencapai stilasi 7, dari Jl Dewi Sartika menyusuri Jalan Sasakgantung. Melewati perkampungan padat di sisi sungai Cikapundung. Jalan 1000 punten seringkali menjadi sebutan karena jalan di perkampungan ini sempit, sehingga harus cukup sering mengucapkan punten (permisi-red) ketika melewati penduduk yang biasa bersantai di depan rumah. Di persimpangan Jl Lengkong Tengah dan Jl Lengkong Dalam di sanalah stilasi 7 berdiri. Tempat ini merupaka tempat tinggal indo Belanda.
Setelah menyeberangi sungai Cikapundung sampailah di stilasi ke 8. Stilasi 8 berada di Jl Jembatan baru yang merupakan salah satu garis pertahanan pejuang saat terjadi pertempuran Lengkong. Menurut kesaksian Endang Momo dalam catatan sejarah, di tempat ini para pejuang bertahan dari pkl. 08.00-14.00 WIB. Saat itu antara Jl Ciateul-haji Umar diserang bom oleh sekutu.
Selepas dari Jl Jembatan baru, kembali menyusuri pinggir sungai untuk menuju stilasi 9. Stilasi 9 berada di SD ASMI, Jl Asmi. Bangunan utama gedung tidak banyak mengalami perubahan. Tempat ini digunakan sebagai markas pemuda pejuang, PESINDO dan BBRI sebelum terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api.
Dari Jl Asmi menuju Jl M.Toha sebagai jalur utama pengungsian. Stilasi 10 berada di depan sebuah gereja yang terletak di jalan ini. Gereja ini dahulu merupakan gedung pemancar NIROM yang digunakan untuk menyebarluaskan proklamsi kemerdekaan ke seluruh Indonesia dan dunia. Di seberang stilasi inilah, di Taman Tegallega, sebuah tugu kokoh bernama tugu Bandung Lautan Api berdiri. (Sumber : Bandung Heritage).(ema/ern)
0 komentar:
Posting Komentar