Bandung - Geliat usaha kecil dan menengah di Bandung sepertinya terus menyala. Tak hanya sentra sepatu Cibaduyut yang melibatkan ratusan perajin sepatu dan sandal kulit, sentra usaha rajut Binong Jati pun tetap menjadi salah satu andalan Kota Bandung.
Seperti halnya sentra sepatu Cibaduyut, Cihampelas dengan jeansnya, sentra rajut Binong Jati pun disebut-sebut sebagai salah satu kawasan wisata Bandung. Baju rajutan murah menjadi andalan untuk menarik perhatian para wisatawan.
Tempat yang bisa diakses dari melalui Jl Kiaracondong dan Jl Gatot Subroto ini berada di pemukiman penduduk. Rata-rata para pengusahanya pun berasal dari penduduk setempat. Sebuah gapura besar sengaja dibuat oleh para pengusaha yang bertuliskan Sentra Rajutan Binong Jati.
Sekitar 400 unit usaha berada di tempat ini, dari mulai usaha utama yaitu rajutan sampai usaha penunjang seperti penjual benang rajut atau toko-toko pakaian rajut.
Tak hanya perusahan berskala besar yang mempekerjakan banyak karyawan, tak sedikit penduduk yang menghuni rumah di gang-gang kecil yang turut menggantungkan hidupnya dari usaha ini. Sentra rajut ini mampu menyerap 8 ribu tenaga kerja yang tak hanya berasal dari dalam Bandung tetapi juga dari Sumedang, Tasikmalaya dan Garut.
"Jumlah ini bersifat fluktuatif, bisa bertambah bisa berkurang," tutur Ketua Asosiasi Pengusaha Rajut Binong Jati, Suyono Wondo. Wondo menuturkan ada kalanya yang memiliki modal kecil menutup usahanya atau ketika usaha rajut sedang ramai, pengusaha-pengusaha musiman muncul untuk ikut icip-icip keuntungan.
Beberapa orang penduduk Binong Jati mengawali sentra rajut ini di tahun 1965. Mereka dititipkan mesin rajut oleh pengusaha Tionghoa yang makloon produk-produk rajut pada mereka. Sekitar tahun 67-an, sentra rajut ini mulai ramai. Pesanan dari berbagai daerah di luar Bandung berdatangan. Banyak penduduk yang turut beralih profesi menjadi pengusaha rajut.
Tahun berikutnya, usaha rajut tidak mengalami peningkatan yang lebih berarti hingga ketika di tahun 2004 harga bahan baku tidak lagi mahal, usaha ini pun ramai lagi.
"Produk rajut Binong jati tersebar hampir di seluruh pasar lokal di Indonesia," jelas Wondo. Misalnya pasar Tanah Abang, pasar Haur Kuning di Bukit Tinggi, pasar tradisional di Lombok termasuk Pasar Baru di Bandung dan pasar tradisional lainnya.
4 ribu lusin produk bisa dihasilkan setiap harinya dari mulai blus, jaket, sweater, kardigan yang sedang tren sampai produk terbaru yaitu kerudung. Dengan kuantitas produksi yang sedemikian banyak, omzet yang bisa dihasilkan pun bisa mencapai Rp 700 juta - Rp 1 miliar per harinya.
Di sini, hanya bisa membeli secara grosir dengan minimal pembelian 1 lusin. Tapi jangan khawatir, beberapa pengusaha ada yang membuka toko sendiri untuk melayani pembeli satuan.
Seperti halnya Endang yang memiliki dua toko di kawasan Binong Jati dan dua toko lainnya di luar yaitu satu toko di BIP, Jl Merdeka dan satu toko di Metro Trade Center. Endang mengaku, dia merintis usaha rajut sejak usaha rajut Binong Jati mulai ada.
"Saya biasa memproduksi rajut-rajut seperti sweater, kardigan, rompi dan lain-lain," jelasnya. Harga satu potong pakaian tergantung bahan yang digunakan bisa mulai Rp 25 ribu sampai di atas seratus ribu rupiah.
Menurut Endang, selain pembeli yang membeli satuan, banyak juga pembeli yang membeli produk rajutannya untuk dijual kembali. Meski diakuinya pembeli yang membeli dalam jumlah banyak sekarang sudah terbilang jarang.
Ketika ditanya omzet, Endang mengatakan saat ini pembeli agak sepi. "Omzet per harinya rata-rata hanya Rp 1 juta. Kalau lagi ramai bisa Rp 6-7 juta," tambahnya.
Nah, jika anda ingin membeli baju dari bahan rajutan yang murah meriah sekaligus melihat proses pembuatannya, tak ada salahnya jika anda ke Bandung menyempatkan diri mampir ke Sentra Rajutan Binong Jati.
(ema/ern)
0 komentar:
Posting Komentar