Stres ternyata tak hanya dialami para calon anggota legislatif (caleg) yang kalah dalam pemilu legislatif (pileg) lalu. Para perajin kaus kampanye di Jalan Suci, Kota Bandung juga menderita tekanan psikis yang sama.
Bagaimana tidak. Pemilu kemarin meninggalkan jejak utang yang menggunung bagi para perajin kaus tadi, berasal dari pesanan kaus kampanye yang sampai sekarang tertunggak dan tidak jelas pelunasannya.
Pemilu 2009 memang sangat berbeda dengan Pemilu 2004. Berharap memperoleh berkah dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan pemilihan caleg berdasarkan suara terbanyak, ternyata sangat berlebihan. Kenyataannya, para perajin kaus kampanye itu harus gigit jari, bahkan memperoleh "warisan" berupa utang besar akibat para pemesan mengemplang untuk melunasi kewajiban.
Pada awalnya memang menjadi berkah. Ini bahkan telah dirasakan sejak dua tiga bulan menjelang dimulainya masa kampanye terbuka 16 Maret 2009. Order berdatangan dari seluruh Indonesia dengan jumlah ratusan ribu kaus, topi, dan rompi.
Dibandingkan dengan Pemilu 2004, order Pemilu 2009 ini mengalami kenaikan signifikan. Menurut Ketua Koperasi Perajin Kaus Jalan Suci dan Asosiasi Perajin Kaus Sentra Suci Marnawi Munamah, nilai order Pemilu 2004 hanya mencapai Rp 5 miliar, sedangkan total keseluruhan nilai order di Sentra Kaus Suci Kota Bandung selama Pemilu 2009 ini mencapai Rp 15 miliar.
Akan tetapi, ternyata harapan tinggal harapan. Niat hati meraih untung yang dapat malah buntung atau bingung. Inilah yang dialami para perajin Sentra Kaus Suci. Harapan Pemilu 2009 akan menjadi berkah atau kesempatan besar untuk menangguk keuntungan, ternyata sebaliknya. Sejumlah partai, caleg, dan pihak pemesan yang semestinya melunasi sisa pembayaran order, setelah pemungutan suara 9 April 2009, tiba-tiba menghilang dan mendadak sulit dihubungi.
Masalah jadi tambah rumit tatkala tidak sedikit perajin yang mendapat order itu ternyata bukan langsung dari caleg, tapi melalui pihak ketiga yang tidak jelas hubungannya dengan caleg bersangkutan. Hasilnya, ketika utang yang menumpuk ditagih, para perajin hanya dipingpong.
Padahal ratusan ribu kaus, topi, dan rompi sudah dikirim sesuai pesanan pada saat kampanye lalu. Meski belum ada pelunasan, selama ini perajin tetap mengirim pesanan hanya berdasar kepercayaan bahwa si pemesan (caleg) akan membayar atau melunasi utangnya.
Namun, sampai berakhirnya masa kampanye hingga penghitungan suara belakangan ini, para pemesan belum juga melunasi. Tentu saja ini membuat beberapa perajin kaus terancam rugi dan bangkrut.
Tidak tanggung-tanggung, kerugian itu mencapai miliaran rupiah. Padahal, modal yang telah dikeluarkan perajin tidak sedikit, termasuk modal kepercayaan dari pabrik bahan kaus.
Lumbangaol, pemilik CV Rovolin, mengaku telah menambah modal Rp 1,1 miliar demi mengerjakan order dari kantor pusat salah satu partai di Jakarta senilai Rp 3 miliar. Sampai sekarang, ternyata masih menunggak hingga mencapai Rp 2,3 miliar.
"Belum lagi utang-utang saya ke pabrik kaus yang sampai sekarang terus menagih," katanya.
Ihwal order yang diterima dari kantor pusat salah satu partai di Jakarta itu, Gaol mengaku pengerjaannya melalui tiga tahap sesuai Surat Perintah Kerja (SPK) yang ditandatangani langsung oleh ketua partai tersebut. Akan tetapi, dari ketiga tahap itu hanya tahap pertama yang dibayar, sedangkan dua tahap berikutnya belum juga dibayar, repotnya nilainya mencapai Rp 2,3 miliar.
"Setiap saya tagih, alasannya dibuat-buat. Mereka bilang kualitasnya jelek. Kalau komplain soal kualitas kenapa tidak komplain sejak pengerjaan tahap pertama? Komplain itu muncul setelah barang-barang itu dipakai. Ini kan akal-akalan. Saya tempuh dengan cara kekeluargaan, memang ada respons, tapi dipingpong," katanya.
Pengalaman sama dialami H. Wawan Gunawan pemilik Planet Production. Dari Rp 4 miliar total order kampanye yang dikerjakan, hingga waktu yang disepakati masih ada 25 persen yang belum juga dilunasi pemesan. Repotnya, pemesan kebanyakan dari luar Jawa.
Seperti Gaol, Wawan berusaha terus menghubungi pihak pemesan, tapi belum juga ada realisasi kecuali janji-janji. Bahkan, ada juga pemesan yang handphone-nya tak bisa lagi dihubungi.
**
KERUGIAN perajin kaus kampanye dalam pemilu kali ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Sejak awal, saat order membeludak selama masa kampanye, mereka juga diliputi perasaan waswas. Disadari, bahwa keuntungan dari order kampanye tidak terlalu besar dibandingkan dengan mengerjakan order pesanan kaus sekolah atau instansi lain. Untung yang kecil itu sangat tidak sebanding dengan risiko besar kerugian yang kini mulai dikeluhkan.
Bukan sekali dua kali para perajin kaus kampanye ditinggalkan pemesannya yang masih menunggak uang pelunasan. Bahkan, di kalangan perajin kaus, ulah para pemesan order kampanye itu bukan lagi cerita baru.
Hampir dalam setiap musim kampanye, pemilu ataupun pilkada, selalu terdengar ada perajin kaus yang dirugikan akibat ulah pemesan.
Jangankan order pemesanan yang langsung dari caleg atau tim suksesnya, yang langsung ditandatangani ketua partai lewat SPK saja, seperti dialami Gaol, tetap tidak menjamin pembayaran lancar. Sejak awal kampanye dulu para perajin menyambut ramainya order itu dengan harap-harap cemas.
Wawan menyebut order pemilu sebagai untung-untungan, sama dengan berjudi. Apalagi, ia hanya menerapkan aturan pembayaran di muka atau down payment (DP) 50% dari nilai order. Ini sangat berisiko, tambahan lagi sering kali pemesan belum mau membayar pelunasan sebelum barang dikirim. Meski begitu barang terpaksa tetap dikirim walau pemesan belum melunasi.
"Sama dengan gambling, berjudi. Sampai sekarang saya deg-degan. Stres tak hanya dialami caleg yang kalah. Kami juga stres karena pesanan banyak yang belum dibayar. Kami juga tambah stres bila mengetahui caleg yang kalah dan tercatat sebagai pemesan itu stres. Ini berarti harapan untuk melunasi utang ke kami menjadi sangat kecil," ujarnya.
Order yang belum dibayar ke Wawan nilainya mencapai Rp 1 miliar . Meski nilai itu "hanya" 25% dari nilai total omzetnya selama kampanye, tapi bagaimana pun ini menjadi pengalaman dan pelajaran berharga buat dia.
"Ini jadi pelajaran buat kampanye pemilihan presiden (pilpres) nanti. Saya ingin minta pembayaran order lunas saja. Produksi kaus kampanye akan disesuaikan dengan dana yang telah dibayar. Kami tidak mau rugi dua kali," katanya. (Ahda Imran)***
Penulis:
Back
0 komentar:
Posting Komentar