Kamis, 26 Maret 2009
Mengkoleksi sejarah Surabaya tidak lagi monopoli foto, tulisan maupun lukisan. Setidaknya, itulah cara pandang baru yang digagas Kuncarsono Prasetyo. Sejak setahun lalu, lelaki 31 tahun ini mulai mendokumentasikan semua warisan budaya Surabaya dalam bentuk kaus dengan merak dagang Sawoong.
Awalnya desain tidak hanya tentang Surabaya, ada banyak desain yang umumnya berkarekter pop art. Langgam desain yang lagi tren. "Namun diperjalanannya, yang laku adalah desain yang berbau cagar budaya Surabaya, aneh ya," kata Kuncar saat dihubungi detiksurabaya.com, Rabu (25/3/2009).
Sejak saat itu dia kemudian mengubah konsep awal. Menggarap urusan desain dengan lebih serius selain mengejar kualitas bahan. Dia banyak riset dan mengumpukan foto dokumentasi sejarah Surabaya, termasuk buku dan koran tempoe doloe sampai bertemu para ahli sejarah.
"Ini semua agar hasil desain Sawoong tidak menjadi bahan tertawaan karena salah mengambil tema," ungkapnya. Selain kaus, dia juga memproduksi pin yang bergambar beragam bangunan bersejarah Kota Pahlawan.
Bersama sejumlah anak muda yang ahli desain grafis, Kuncar melakukan terobosan desain. Karakternya diputuskan tunggal yaitu retro dengan aroma heritage atau warisan budaya.
Agar lebih berbau tempo dulu, uniknya semua tulisan dalam desainnya menggunakan ejaan van Ophuijsen, ejaan melayu pasar yang populer sejak 1901. Tidak hanya desain di kaus, di brosur, desain banner, hingga desain webnya juga karekternya sama. Pilihan huruf di kata kata juga disesuaikan dengan karakter huruf art deco yang.
"Tren desain di masa akhir kolonialisme," katanya bangga.
Hasilnya bisa dilihat sekarang. Hampir semua gedung dan kawasan bersejarah di kota ini mejeng sudah di kaus. Mulai Hotel Majapahit, Balai Kota, Gedung Brantas, Jalan Panggung, Stasiun Semut, Balai Pemuda, Gedung Cerutu, hingga Pintu Air Jagir.
Bahkan karena kekuatan risetnya, dia berani menghadirkan latar belakang kisah tiap gedung. Misalnya Balai Kota yang dibangun 1920-1925 oleh arsitek CG Citroen.
Atau yang lebih lengkap adalah kisah Gedung Brantas di Jl Pahlawan 116. Sawoong menghadirkan riwayatnya. Mulai nama De Prootel, kantor redaksi koran De Soerabiasche Handelsblad, menjadi koran Soeara Asia, berubah menjadi Surabaja Post.
"Saya kisahkan sosok wartawan pejuang A Aziz dalam kisah gedung ini," ujar Kuncar.
Belakangan karena risetnya semakin dalam, Sawoong juga mengangkat tema lain. Di antaranya iklan promosi dagang Surabaya yang diambil dari iklan sebuah surat kabar 1931.
Ini unik karena kalimatnya campuran bahana melayu pasar dan Belanda. Juga desain prangko yang terbit tahun 1935 plus stempel Surabaya. "Saya tidak hanya menjual kaus, namun mempromosikan sejarah Kota Surabaya yang mulai memudar," ujar pengusaha muda ini.
Modal Cekak
ika kini Sawoong telah berkibar dengan dua gerai dan sebuah website untuk penjualan online, modal awalnya ternyata hanya Rp 4 juta. Pertengahan 2007, dia memulai dengan memproduksi100 kaus. Masing-masing desain jadi dicetak 10 kaus. Modal yang cukup tipis itu pun ludes, apalagi kaosnya saat itu belum diminati.
"Bingung memikirkan kaus menumpuk di rumah, saya beranikan membuka konter," ungkapnya. Dengan modal utangan Rp 5 juta, lulusan FISIP Unair ini pun nekat memilih menyewa gerai di City of Tommorrow (Cito). Belakangan karena terobosan desain itu, Sawoong semakin dikenal sebagai tempat cinderamata Surabaya.
Hampir semua agen perjalanan wisata perusahaan modal asing di kota ini, hingga Dinas Pariwisata menggiring tamunya ke Sawoong. Transaksi lewat online juga semakin sibuk. Belum lagi pesanan kaus promosi dan perusahaan.
Sejak empat bulan lalu Kuncar tidak lagi berbagi garapan kaus ke temannya, karena satu set masin jahit dan mesin potong sudah mampu dibelinya, melengkapi dua set alat sablon yang sudah ada.
Dia juga menyewa rumah untuk workshop di kawasan Sidotopo Wetan. Ada lima pekerja di workshop, enam tenaga marketing dan bagian administasi.
"Sekarang rata-rata omzet perusahaan di kisaran Rp 4 juta per hari," kata arek Suroboyo ini. Kini counternya tidak hanya satu di Cito, namun juga mulai menjajah di mal lain. Giliran pengunjung di Jembatan Merah Plasa 1 yang dibidik.
Tahun 2009 ini, Kuncar tengah menyiapkan membuka dua cabang Sawoong lagi di mal lain. "Saya juga sedang menjajaki kerja sama membuat rumah Sawoong di tengah kota. Tempat bertemunya para penggila ide kreatif sekaligus promosi Surabaya," ungkap dia.
Kini Kuncar bisa tersenyum, bisnis sekaligus upaya untuk ikut melestarikan cagar budaya yang ada di Kota Pahlawan mulai menuai hasil.(gik/gik)
0 komentar:
Posting Komentar