BANDUNG, (PR).-
Sentra industri kaus Jalan Surapati Bandung dinilai mempunyai nilai lebih yang dapat mendukung program klaster industri tekstil dan produk tekstil (TPT), yakni sebagai titik masuk bagi industri tersebut. Hal ini dikemukakan berdasarkan hasil survei diagnostik dan pemetaan industri TPT Jawa Barat yang difokuskan pada sentra industri kaus Jalan Surapati oleh PT Perkindo.
Hasil survei ini dipresentasikan dalam sebuah acara Forum Group Discussion yang diselenggarakan oleh PT Perkindo bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat pada Senin (14/8) di Galeri Ciumbuleuit, Jalan Ciumbuleuit Bandung.
Dalam paparannya, Asep Efendi, perwakilan dari PT Perkindo, mengatakan sentra kaus Surapati merupakan salah satu potensi yang masih belum tergali dan menjadi perhatian pemerintah. Padahal, berdasarkan survei yang dilakukannya transaksi usaha industri inti kaus Surapati mencapai lebih dari Rp 5 miliar/bulan.
Produk kaus ini tidak ditujukan pada pasar internasional, tetapi hanya pasar lokal. "Jika dipersentase, hampir 96% untuk pasar domestik, sedangkan sisanya ekspor," ujar Asep. Namun, harus diakui bahwa industri di Surapati ini masih menggunakan sablon hand made, sehingga mampu bersaing dengan pasar domestik maupun produk impor lain.
Dalam surveinya, Asep juga menemukan bahwa belanja pemerintah untuk produk kaus dan atribut lainnya cukup tinggi. "Bisa dibilang belanja pemerintah mempunyai nilai transaksi paling tinggi untuk usaha kaus Surapati," tuturnya. Sejumlah dinas seringkali memesan pakaian olahraga, topi, atau perlengkapan pakaian pemerintah lainnya.
Menurut Asep, kios atau outlet yang ada di sepanjang jalan Surapati mencapai lebih dari 269 mencakup industri inti yang berada di pinggir jalan. Setiap industri kaus didukung oleh industri pendukung, yakni jasa desain, jasa sablon, jasa bordir, dan jasa jahit yang masing-masing berdiri sendiri.
Industri kaus ini mulai menggeliat mulai tahun 1982. Meskipun telah melalui rentangan waktu yang cukup panjang, usaha kaus ini masih dalam proses pencarian identitas. Hal ini didorong oleh keinginan para pemilik usaha kaus untuk menjadikan wilayah Surapati sebagai sentra industri wisata belanja, layaknya Cihampelas atau Cibaduyut. Keinginan ini disampaikan salah seorang pengurus Koperasi Sentra (Kopsen) Kaus Surapati, Drs. H. Asep H. Anshari.
Menurut Asep Anshari, kendala yang dihadapi pengusaha kaus adalah masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap produk mereka. Ke depan, Asep Anshari menginginkan setiap pengusaha kaus mampu menciptakan desain sendiri, tidak hanya menunggu diberikan desain.
Kepala Subdin Bina Program Disperindag Jawa Barat, Ir. Hj. Hani Yuhani, M.P.M, mengatakan, kelemahan pengusaha kaus Surapati yakni mereka masih berorientasi job order. "Wisatawan butuh barang yang siap beli, siap jadi untuk oleh-oleh. Sementara, selama ini kebanyakan industri kaus di Surapati belum menyediakan bahan jadi," ungkapnya. (A-155)***
0 komentar:
Posting Komentar