Semarang & Sekitarnya
04 Maret 2009
BAGI wisatawan yang pernah datang ke Semarang, bandeng presto, lumpia, dan wingko babad bukan sesuatu yang asing lagi untuk dibawa pulang sebagai buah tangan khas Semarang. Begitu pula dengan Lawang Sewu, Gereja Blenduk, Tugu Muda, Stasiun Tawang, dan Kelenteng Sam Poo Kong yang merupakan bangunan bersejarah di Kota Semarang.
Tapi, bagaimana bila para wisatawan itu membawa pulang bangunan bersejarah lengkap dengan kisah asal-usulnya? Tentu bisa mereka bisa membawa pulang itu semua bukan dalam bentuk miniatur, buku, foto ataupun gambar, tapi dalam bentuk kaus.
Ya, kaus-kaus dengan gambar bangunan, makanan, dan permasalahan Kota Semarang ini bisa jadi alternatif cendera mata. Beragam desain khas Semarang ditawarkan.
’’Selama ini banyak orang mencari cendera mata dari Semarang yang tahan lama dan tidak cepat habis. Maka dari itu kami memproduksi kaos-kaos bergambarkan ciri khas Semarang,’’ kata Indri Pristiowati dari Jolali KaoSemarang di Jl Brigjend Katamso No 20.
Tak cuma bangunan bersejarah atau landmark Semarang yang tertera dalam kaus-kaus hasil desain sang suami, Heru Setyabudi, yang dijual dengan harga Rp 55.000 - Rp 60.000. Ada pula permasalahan kota dan bahasa Semarangan.
Simak saja salah satu tulisan dalam kaus produksi Jolali yang banyak digemari anak muda. Semarang kaline banjiiir, Aja sumelang ora dipikiiir, Kalau cuma dipikir, mana bisa banjir berakhir?
Apalagi ditambah dengan ilustrasi gambar mobil yang terpaksa didorong karena terjebak banjir, sepeda motor yang macet, dan becak yang juga terpaksa didorong, membuat kaus ini banyak diburu.
’’Wisatawan dari luar kota seperti Kendari, Manokwari, Medan, Surabaya, Jakarta,
Lhokseumawe, banyak yang menggemari kaus Tugu Muda. Kalau yang dari luar negeri seperti Jerman, Belanda, Jepang, suka desain sederhana seperti warna hitam putih pada Gereja Blenduk,’’ tutur pemilik toko yang baru dibuka 4 September 2008 itu.
Ada pula wisatawan yang meski tidak tahu arti bahasa Semarangan seperti asem ëik, gombal mukiyo, barange krenyeh, ndhes, bakule nggedhebus, dan marahi nggondhuk yang tertera dalam kaos, tetap saja membelinya.
Mengukur Langsung Selain itu, jika ingin membawa pulang Lawang Sewu lengkap dengan gambar denah, sejarah, serta tiga dimensinya, Masjid Agung Jawa Tengah dengan site plan, sejarah, dan detail dua dimensinya, atau Stasiun Tawang dengan sejarah dan denah lokasinya, bisa membelinya dengan harga Rp 40.000 - Rp 75.000 di Gambpang Sembarangan Jl Ruko Tri Lomba Juang No 8.
Menurut Manager Gambpang Sembarangan Veronica Graciawati, kaus khas Semarangan ini menampilkan gambar-gambar teknik arsitektur bangunan kuno bersejarah yang dibuat khusus dengan pengukuran langsung di lapangan.
’’Untuk proses desain butuh waktu lama, karena kami harus mengukur langsung dan menggambarnya. Jadi, ukuran gambar di kaus dibuat sesuai skala bangunan aslinya,’’ katanya
Selain kaus, Gambpang Sembarangan juga menyediakan cendera mata dalam bentuk mug, sandal, tas, pengganjal pintu, pin, gantungan kunci, jam dinding, dan bakiak dengan harga terjangkau.
’’Banyak orang Semarang yang mborong untuk dibagikan kepada sanak saudara di luar kota,’’ katanya. (Fani Ayudea-37)
0 komentar:
Posting Komentar