Dagadu, Merayu Lewat Kaus, Omzet Pun Miliaran

Senin, 29 September 2008 | 07:23 WIB

KATA-kata ternyata bukan cuma ampuh merayu pasangan agar luluh hatinya. Namun, kata-kata pun lumayan sedap dipandang. Buktinya, kaus oblong yang cuma menampilkan kata-kata bukannya gambar laku keras.

Berkat menjual kata-kata pada kaus oblong, beberapa kelompok anak muda yang melakoni bisnis ini bisa menggaet fulus jutaan rupiah per hari. Saban hari, Dagadu, produsen kaus asal Yogyakarta menggaet pemasukan rata-rata Rp 5,5 juta per hari. Dalam satu bulan, Dagadu bisa meraup omset sekitar Rp 1 miliar. Jika memasuki masa liburan sekolah, Lebaran, dan akhir tahun, pemasukan bisa lebih banyak lagi.

"Pada hari-hari biasa kami bisa menjual 2.000-3.000 oblong setiap bulan. Belum merchandise lainnya. Saat musim liburan seperti Lebaran atau Tahun Baru, penjualan kami bisa menyentuh 5.000 potong," kata salah seorang pendiri Dagadu Djokdja, Ahmad Nur Arief.

Semula, Dagadu Djokdja berawal dari keisengan 25 mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada (UGM) yang ditawari membuka kios kaki lima di Malioboro Mall pada 1994. Untuk itu, mereka berpatungan sampai akhirnya terkumpul Rp 4 juta yang kemudian dijadikan modal awal.

Dengan modal itu, mereka memproduksi cinderamata kaus oblong khas Yogyakarta. Oblong dengan desain kreatif dan penuh plesetan. "Waktu itu oblong adalah favorit kami semasa masih mahasiswa. Jadi kalau tidak diapresiasikan masyarakat, bisa kami pakai sendiri. Masalah penamaan juga hanya spontan saja," tutur Arief yang juga sebagai Managing Director Daagadu Djokdja ini.

Pada 19 Januari 1994, mereka membuka 'dasaran' di lower ground Malioboro Mall. Saat itu dijadikan sebagai hari lahir Dagadu. Untuk menunjukkan lokalitas asal cinderamata, mereka kemudian menambahkan kata 'Djokdja' dengan ejaan lama. Kreativitas plesetan mereka ternyata meledak. Kini, 14 tahun sudah mereka sukses memplesetkan Yogyakarta.

Produk mereka pun tak hanya oblong, tapi juga beragam merchandise seperti pin, topi, dompet, mug, kunci, stiker, sweater, dan banyak lagi. Dengan konsep menjadi cinderamata alternatif, Dagadu Djokdja telah menjadi oleh-oleh khas Yogyakarta. Gerai mereka pun berkembang menjadi tiga, Posyandu (Pos Pelayanan Dagadu) di Malioboro Mall, UGD (Unit Gawat Dagadu) di Pakuningratan, dan DPRD (Djawatan Pelajanan Resmi Dagadu) di Ambarukmo Plaza. Selain itu juga ada gerai maya yang disebut pesawat atau Pesanan Lewat Kawat dan melayani pembelian secara online.

Arief mengaku sempat direpotkan dengan bermunculannya produk-produk imitasi yang bertebaran di setiap sudut kota. Padahal, pihaknya telah mengurus perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan mendaftarkan beberapa merek dagangnya. Untuk mengatasinya, Dagadu berulang kali melancarkan kampanye ke masyarakat agar tidak memakai produk bajakan. "Kami terus malakukan sosialisasi tentang Marilah PD (Percaya Diri) dengan ciptaan kita sendiri dan marilah kita malu memakai ciptaan orang lain. Tapi terus terang beberapa teman-teman agak pesimis dengan hal itu," kata Arief.

Selain itu, Dagadu mengganti desainnya secara berkala. Dalam seminggu ada empat desain baru yang diluncurkan dan dalam setahun terdapat puluhan desain baru. Desain yang ditampilkan selalu memerhatikan situasi dan kondisi yang ada dalam masyarakat. "Singkatnya sesuai zaman agar masyarakat tidak bosan," kata Arief.

Menurut Arief, peluang dalam bisnis ini masih terbuka lebar. Modalnya tidak mahal dan dapat menghasilkan pemasukan berlipat. Yang penting adalah kreatif agar tetap eksis.

ANI

0 komentar:

 
Design by WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons