Babakan Siliwangi Tempo Dulu


Bandung - Babakan Siliwangi (Baksil) dulu terkenal dengan nama hutan Lebak Gede (Lembah Besar - red). Pembangunan demi pembangunan mengiringi kisah kawasan tersebut.

Seperti yang dituturkan oleh penulis buku 'Album Bandung Tempo Dulu', Sudarsono Katam (63). Menurutnya di tahun 1930-an di Lebak Gede tersebut terdapat hamparan sawah yang sangat luas. Sekitar tahun 1940-an di sebelah barat Baksil (sekarang Sabuga - red) bermunculan rumah-rumah penduduk.

"Tahun 1940-an banyak rumah-rumah penduduk dibangun di sebelah barat Baksil. Kondisi tersebut hingga tahun 1960-an," kata Katam saat ditemui detikbandung di kediamannya di Jalan Tanjung, Jumat (29/8/2008).

Baru ditahun 1970-an, masih menurut Katam, muncul komplek seni dan budaya serta rumah makan di Baksil.

"Baru ditahun 1990-an, rumah penduduk di kawasan tersebut tidak ada lagi karena saat itu digusur oleh ITB untuk pembangunan Sabuga dan Sarana Olah Raga Ganesha (Sorga)," tutur pria tua yang masih aktif menulis buku ini.

Katam juga menyayangkan rencana pembangunan di kawasan Baksil. Menurutnya Baksil harus dibiarkan sebagai ruang terbuka hijau.

"Ruang terbuka di Kota Bandung sangat kurang dan kualitas udara saat ini yang buruk. Maka itu perlu adanya paru-paru kota. Kalau mau dibangun, bangunlah taman kota," kata Katam.

Seperti diberitakan sebelumnya, Dinas Tata Kota dan Cipta Karya Kota Bandung mengaku telah mengeluarkan IMB untuk pembangunan rumah makan di kawasan Baksil bagi pengembang PT Esa Gemilang Indah (Istana Group).

Tak hanya itu, dinas itu pun tengah mengurus izin lainnya di kawasan tersebut selain rumah makan. Namun mereka enggan merinci izin apa saja yang sedang diproses.

Kontroversi penataan kawasan Baksil sebenarnya sudah muncul sejak lama. Puncaknya, saat adanya rencana Baksil yang merupakan ruang terbuka hijau alamiah akan dibangun komplek cottage pada 2001, yang di dalamnya tak hanya dibangun rumah makan dan pusat kesenian, juga akan dibangun apartemen.

Konflik Baksil bermula dari tarik-menarik kepentingan tentang siapa yang paling berhak menguasai dan mengelola kawasan tersebut. Pada tahun 1970-an, tarik-menarik kepentingan ini melibatkan Pemkot Bandung dan ITB, namun kemudian mencapai titik temu. Di mana, pada 1990-an, kawasan Baksil dibangun menjadi kawasan wisata alam yang terbuka untuk umum dan tidak eksklusif untuk ITB.(afz/ern)

0 komentar:

 
Design by WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons