Bandung - Beberapa waktu lalu sentra sepatu dan sandal Cibaduyut pernah dikeluhkan mengalami kelesuan. Adanya infrastruktur dan penataan kawasan yang tidak mendukung Cibaduyut sebagai kawasan belanja dianggap sebagai salah satu penyebab melemahnya daya tarik Cibaduyut.
Padahal nama besar yang disandang Cibaduyut sebagai sentra industri sepatu, sejak berdirinya tak hanya populer di negeri sendiri, tapi gaungnya terdengar hingga mancanegara.
Dua buah patung sepatu besar laki-laki dan perempuan yang berdiri kokoh sebagai pintu gerbang menuju kawasan wisata ini merupakan ciri khas yang akan selalu terekam dalam memori siapapun yang melihatnya.
Luas areal kawasan belanja Cibaduyut yang mencapai 14 kilometer meliputi lima kelurahan di Kota Bandung dan 3 kelurahan di Kabupaten Bandung ini, kini memiliki 828 pengrajin sepatu dan sandal.
Awalnya, sekitar tahun 1920, Industri Kecil Menengah (IKM) Sepatu Cibaduyut hanya dirintis oleh beberapa orang warga setempat yang kesehariannya bekerja pada sebuah pabrik sepatu di Bandung.
Pesanan demi pesanan sepatu terus mereka dapatkan. Maka warga sekitar pun ikut direkrut sebagai pekerja, sehingga keterampilan itu pun menyebar secara turun
temurun. Kesuksesan itu tertular pada warga lainnya. Mereka pun turut jejak menjadi pengrajin sepatu.
Tahun 1940, jumlah pengrajin sudah mencapai 89 orang. Dari tahun ke tahun para pengrajin terus bertambah. Seiring itu pula namanya kian populer di tengah
masyarakat.
Pada tahun 1950 saja jumlah pengrajin sudah mencapai 250 unit usaha. Cibaduyut pun menemukan masa jayanya di era 1990-an. Bagaimana di era milenium? Benarkah adanya kelesuan pasar di Cibaduyut?
Kepala Instalasi Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) Persepatuan, Odang Koswara menepis hal itu. Dia menduga isu itu muncul karena adanya persaingan bisnis.
Dikatakannya, isu sepinya wisatawan yang berkunjung dengan alasan penurunan kualitas pun merupakan wacana yang tidak bisa dibuktikan. "Counter sepatu makin banyak jadi bagaimana caranya agar orang tidak datang ke Cibaduyut maka ditiupkanlah isu itu," ujarnya.
Menurutnya wacana itu pun pernah dipertanyakan oleh komisi B DPRD Kota Bandung tetapi tidak ada yang bisa membuktikan.
Hal itu diakui pula oleh Wakil Direktur salah satu pusat pertokoan di Cibaduyut, Grutty, Medi Heryanto. Meski sempat ada penurunan pengunjung ketika munculnya pusat-pusat perbelanjaan yang menyediakan sepatu, Medi mengungkapkan, hal itu tidak berpengaruh banyak untuk Grutty. Sampai sekarang omzet Grutty masih stabil.
Menurut Medi, Grutty yang bekerjasama dengan 70 pengrajin sepatu di Cibaduyut sampai saat ini masih bisa bertahan sebagai salah satu pusat pertokoan besar di Cibaduyut. Untuk itu Medi pun menepis adanya kelesuan pengunjung ke Cibaduyut.
Hal berbeda dinyatakan pemilik toko jaket kulit, Dangjung, Tanjung. Dirinya mengaku ada penurunan omzet sampai 30 persen sejak dua tahun ke belakang, antara tahun 2006-2007.
Dia pun meminta pemerintah untuk melakukan revitalisasi kawasan Cibaduyut. "Buatlah Cibaduyut semenarik mungkin, revitalisasi ulang," tegasnya.
Berdasarkan data dari Instalasi Pengembangan IKM Persepatuan Cibaduyut, jumlah unit usaha atau pengrajin memang mengalami penurunan. Tahun 2003 sebanyak 861 pengrajin, 2004 sebanyak 848, tahun 2005 sebanyak 845 pengrajin dan tahun 2006 hingga 2007 stabil di jumlah 828.
Namun dibandingkan tahun 2006 produksi tahun 2007 mengalami peningkatan, di mana tahun 2006 sebanyak 3 juta lebih pasang sedangkan tahun 2007 menjadi 4 juta lebih. Seperti yang pernah terjadi di tahun 2005 yang juga memproduksi 4 juta lebih.
Begitupun jumlah showroom dan outlet, perbandingan antara tahun 2005 dan 2006 menunjukan adanya penambahan. Di tahun 2005 ada 150 unit showroom/toko, tahun 2006 jadi 154 unit. Pusat perdagangan dari 4 unit menjadi 7 unit di tahun 2006. Penambabahan jumlah pun terjadi untuk toko bahan baku dan industri shoelast.
Mungkinkah penambahan itu menjadi indikasi bahwa sepatu dan sandal produksi Cibaduyut masih banyak penggemarnya?
Jika memang seperti itu, di tengah maraknya FO, distro, menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan di Kota Bandung, kawasan wisata belanja sepatu Cibaduyut sepertinya memang masih layak menjadi kebanggaan masyarakat Bandung. Menjadi salah satu bukti kalau produk dalam negeri masih dicintai.
(ema/ern)
0 komentar:
Posting Komentar