Taman Monumen Perjuangan yang Tidak Lagi Monumental
Ema Nur Arifah - detikBandung
Bandung - Urang Bandung tentu mengenal Taman Monumen yang terbentang panjang melintasi Monumen Perjuangan sampai Lapangan Gasibu. Keindahan taman yang sempat termashyur kini perlahan terkikis hanya karena satu, sampah.
Taman yang dibangun sejak tahun 1998 ini merupakan bentuk kontribusi PT Telekomunikasi Indonesia bagi wilayah kota Bandung. Di sini, masyarakat dapat berolahraga, bersantai menikmati udara pagi hari atau mungkin berfoto dengan latar Gedung Sate maupun Monumen Perjuangan.
Taman ini dibagi menjadi tiga bagian, masing-masing dipisahkan jalan dan dipagari. Bagian pertama terletak di depan Monumen perjuangan, hanya di bagian ini yang terdapat kolam air mancur. Kini kolam tersebut tidak lagi jernih, air mancur sudah tidak ada. 'Kreativitas' masyarakat setempat mengubahnya menjadi kolam pemancingan mini.
Menurut salah seorang pemancing, ikan-ikan yang ada di kolam tersebut mereka sendiri yang memasukkan. Kegiatan memancing itu merupakan sekedar pengisi waktu luang.
Bagian kedua taman terletak di depan gedung PT Telkom, bagian ini masih terbilang 'layak', meski sampah belum luput dari pandangan. Menurut pengurus Taman Monumen, Tukimin, pembersihan dilakukan tiap hari namun sampah masih saja dibuang sembarangan. "Kalau kita bersihkan sampah, bukannya makin bersih malah makin banyak. Mungkin mereka mikirnya, toh ada yang bersihin." ujar Tukimin.
Diakuinya sumber daya untuk perawatan taman memang terbatas, hanya sepuluh orang untuk taman seluas 2 hektar itu. Pembersihan dan pemotongan rumput di taman ini dilakukan rutin setiap hari secara bertahap per bagian taman. "Tapi yah, mungkin kalau masyarakat sadar lingkungan kita tidak perlu bekerja ekstra keras untuk perawatan." ujarnya lagi.
Bagian ketiga taman ini mungkin yang paling layak dari semuanya, namun taman ini hanya dapat dinikmati dari balik pagar. Menurut Tukimin, bagian ketiga taman itu dikunci karena pernah terjadi pencurian alat penyiram taman.
Di balik semua itu, sebagian masyarakat masih menganggap taman ini menjadi salah satu tempat wisata gratis, untuk melepas penat. Di pagi hari dan menjelang senja, masih terlihat banyak yang berolahraga atau sekedar berjalan-jalan di taman ini. Ah, seandainya saja mereka semua mendengar keluhan Tukimin.
(ema/ern)
0 komentar:
Posting Komentar