Bubur Penuh Doa ala Mang Oyo

Bubur Penuh Doa ala Mang Oyo
Pratiwi Ester Novita Manik - detikBandung

Bandung - Pilihan untuk santap di pagi hari sangat bervariasi dan beraneka, dan bubur ayam tentu tidak pernah lepas dari daftar menu sarapan. Bubur yang satu ini memang unik, tak lain karena bubur ini dimasak sambil berzikir.

Demikian tutur H. Oyo Saryo, pemilik sekaligus 'pelaku' dibalik kenikmatan bubur ayam ini. Selain bahan yang digunakan sedikit berbeda, cara memasak buburnya juga sangat khas. Beras hasil sawahnya di Majalengka dikirim langsung sebagai bahan dasar bubur. Setelah dicuci bersih, beras dicampur ayam dan bumbu yang telah disiapkan sebelumnya. Diaduk matang dalam dandang selama dua jam.

"Selama dua jam itu mengaduk itu sambil berzikir," ungkap Oyo.

Bubur sudah benar-benar matang jika ketika disajikan di piring, bubur tersebut melekat. Bahkan ketika piring dimiringkan atau dibalik, bubur tidak tertuang atau tumpah. Selain wujud bubur yang berbeda, diakui Oyo bubur ini juga lebih mengenyangkan daripada bubur biasa.

Beberapa menu yang tersedia di sini ditawarkan dengan nama-nama yang juga unik. Seperti, Atel untuk ayam telur, Acak untuk ayam cakue serta Apel untuk ati ampela. Masing-masing nama mewakili pelengkap yang menemani sajian bubur.

Harga per porsi untuk tiap menu bervariasi mulai dari Rp 6 ribu sampai Rp 9 ribu. Sementara untuk bubur polos Rp 2500 dan bubur komplit yang menyediakan semua panganan pelengkap tersebut ditawarkan seharga Rp 10 ribu. Berbeda lagi harganya jika ingin tambah, misalnya jika ingin menambah ati ampela dikenai Rp 3 ribu, tambah daging Rp 6 ribu, tambah telur Rp 1500 dan tambah cakue Rp 1000. Jika hanya ingin makan setengah porsi, dengan porsi daging yang tidak berubah, cukup dengan Rp 6 ribu.

"Tapi kalau ingin menambah bubur atau kerupuk makan di tempat, halal, alias gratis," tutur Oyo.

Sajian porsi yang ditawarkan juga cukup besar, ungkap Oyo, bahkan ada menu khusus mahasiswa. Menu ini diberi istilah LB atau 'Laper Banget'. Memang menu ini sudah tidak asing lagi bagi para mahasiswa, apalagi kini cabang bubur Oyo sudah tersebar di tujuh lokasi.

"Meski pun ada tujuh cabang, dapur tetap satu. Jadi bubur dimasak dulu di rumah, baru kita kirim ke tiap-tiap cabang," jelas Oyo.

Pelanggan bubur Mang H. Oyo memang bervariasi. Istilah yang digunakan Oyo, pelanggannya mulai dari balita 1, balita 2, lansia sampai manula.

"Balita 1 itu artinya ya balita, balita 2 itu bayi lima tahun, lansia ya lanjut usia, kalau manula itu manusia langka. Misalnya pejabat-pejabat atau orang-orang besar yang jarang kita lihat langsung," kata Oyo dengan gaya candanya.

Kios buburnya ini memang sudah punya nama di dunia wisata kuliner. Bahkan sampai ada orang dari Yogyakarta bernama Adit, yang ingin membuka cabang di kota pelajar itu. Akhirnya dia mengundang Adit ke Bandung untuk dididik cara memasak bubur khas Oyo.

"Setelah satu bulan, baru dia bisa memasak bubur dengan benar. Saya juga sempat ikut dia ke Yogyakarta," tutur Oyo.

Namun jangan sampai salah datang, bubur Mang H. Oyo tidak pernah menggunakan nama lain. Ada beberapa, ungkap Oyo, yang menggunakan nama yang sama padahal buburnya berbeda.

"Bahkan ada yang sampai bilang bahwa saya sudah meninggal," kata Oyo.

Usaha kecil ini sendiri dikisahkan Oyo berawal sejak sekitar 30 tahun yang lalu. Ketika ada program pemerintah 'Memasyarakatkan Olahraga, Mengolahragakan Masyarakat', Oyo terpikir untuk membuka usaha bubur ayam. Menurutnya bubur ayam bisa menjadi santapan orang-orang yang berolahraga pagi.

Kini santapan bubur unik dapat dinikmati di tujuh cabang di Bandung dan satu di Yogyakarta. Tujuh diantaranya yakni di Jl Gelapnyawang, Jl Sulanjana tepatnya di kafe Vandeel, Jl Ir Soetami dekat Universitas Maranatha, Jl Burangrang di samping BCA, Jl Batik Kumeli 5 Sukaluyu dan Kota Baru Parahyangan Ruko No 6. Sementara di Yogyakarta tersedia di Jl Godean Km 5 Modinan Demak Ijo (timur markas Kompi Senapan) JOGJA.
(twi/ern)

0 komentar:

 
Design by WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons